Sebuah kabar mengejutkan datang dari Taiwan pada akhir April 2023. Departemen Kesehatan di Taipei telah menandai dan melarang dua merek mie instan, yaitu “Ah Lai White Curry Noodles” dari Malaysia dan “Indomie: Rasa Ayam Spesial” dari Indonesia. Pelarangan dikeluarkan karena kedua produk itu mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang dikaitkan dengan dengan risiko limfoma (kanker kelenjar getah bening) dan leukemia (kanker darah).

Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari inspeksi mie instan pada 2023 di kota tersebut. Inspeksi ini secara acak mengevaluasi 30 produk mie instan dari supermarket, toko serba ada, hipermarket, pasar tradisional, toko makanan Asia Tenggara, dan toko importir.

Departemen Kesehatan kemudian menemukan adanya kandungan etilen oksida pada mie dan kemasan bumbu dari produk Malaysia, sementara kandungan tersebut hanya ditemukan pada kemasan bumbu dari produk Indonesia. Etilen oksida adalah senyawa beracun yang, jika dikonsumsi atau terhirup, dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius termasuk limfoma, leukemia, iritasi kulit dan mata yang parah, dan bahkan cacat genetik.

Peritel yang terlibat diminta untuk menarik produk tersebut dari rak-rak mereka. Lalu, mereka menghadapi denda antara NT$60.000 hingga NT$200 juta atau sekitar 30 juta hingga 97 miliar rupiah.

Namun, di tengah-tengah kontroversi ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia menyatakan bahwa Indomie varian khusus ayam tersebut aman untuk dikonsumsi di Indonesia. Meskipun mengakui adanya kandungan etilen oksida dalam produk tersebut, BPOM menyatakan bahwa tingkat terdeteksi (0,34 bagian per juta) jauh di bawah ambang batas 85 bagian per juta yang dianggap dapat diterima oleh standar Indonesia. BPOM juga mengklaim standar ini selaras dengan standar di negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Kanada.

BPOM memahami keputusan Taiwan untuk melarang penjualan Indomie ayam spesial karena negara tersebut secara tegas melarang keberadaan etilen oksida dalam produk makanan. Namun, di Indonesia, produk ini dianggap aman untuk dikonsumsi karena sesuai dengan standar lokal. BPOM telah meminta produsennya, PT Indofood Sukses Makmur, untuk memberikan klarifikasi mengenai masalah ini, untuk memastikan bahwa produk yang diekspor telah memenuhi peraturan di Indonesia dan standar kesehatan di negara pengimpor.

Situasi ini semakin diperumit dengan adanya penarikan kembali varian Indomie yang sama di Malaysia, menyusul keputusan Taiwan. Meskipun demikian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia tetap pada pendiriannya, menegaskan bahwa produk tersebut memenuhi standar keamanannya. seorang anggota parlemen senior dari Komisi Kesehatan DPR telah meminta BPOM untuk memeriksa lebih lanjut produk tersebut.

Etilen oksida merupakan senyawa kimia dengan rumus C2H4O. Ia tidak berwarna dan mudah terbakar. Ia paling banyak digunakan dalam produksi etilen glikol, komponen utama dalam pembuatan berbagai produk, termasuk antibeku, tekstil, dan botol plastik.

Dalam industri perawatan kesehatan, etilen oksida digunakan untuk sterilisasi. Ia sangat berguna untuk mensterilkan barang-barang medis dan farmasi yang tidak dapat menjalani sterilisasi panas karena dapat secara efektif menembus kain dan plastik untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme lainnya.

Namun, etilen oksida adalah senyawa beracun dan dikenal sebagai karsinogen bagi manusia. Hal ini terkait dengan berbagai masalah kesehatan jika tertelan, terhirup, atau bersentuhan dengan kulit. Masalah kesehatan ini termasuk iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan, serta risiko yang lebih serius seperti limfoma, leukemia, dan bentuk kanker lainnya. Ia juga dapat menyebabkan perubahan mutagenik, yang dapat mengakibatkan cacat lahir dan keturunan.

Karena risiko-risiko tersebut, paparan terhadap etilen oksida sangat diregulasi, terutama di tempat kerja dan pada produk yang ditujukan untuk konsumsi atau kontak dengan manusia. Dalam kasus tertentu, sejumlah kecil etilen oksida dapat ditemukan dalam produk makanan, sebagai akibat dari penggunaannya dalam mensterilkan peralatan pemrosesan atau pengolahan bahan makanan tertentu, terutama rempah-rempah. Dalam hal ini, badan-badan pengawas di berbagai negara akan menetapkan batas maksimum residu (MRL) untuk melindungi kesehatan konsumen.

Namun, sejauh ini, tidak ada tingkat batas maksimum residu etilen oksida yang disepakati secara universal, dan peraturan dapat bervariasi secara signifikan di antara negara-negara. Misalnya, di Indonesia, disebutkan BPOM masih mengizinkan batas etilen oksida hingga 85 bagian per juta (bpj) dalam produk makanan tertentu, sementara Taiwan tampaknya sama sekali melarang adanya etilen oksida dalam produk makanan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengatur secara ketat penggunaan etilen oksida dalam sterilisasi perangkat medis dan produk makanan tertentu. FDA menetapkan batas maksimum residu untuk etilen oksida dalam produk makanan sebesar 0,1 bpj atau jauh lebih kecil daripada batas maksimum residu yang ditetapkan BPOM di Indonesia. Sementara, Kanada menetapkan batas maksimum residu etilen oksida dalam komoditas makanan sebesar 7 bpj, juga jauh lebih berhati-hati daripada BPOM di Indonesia.

Sebelum kasus “Indomie: Rasa Ayam Spesial” mencuat di Taiwan, salah satu kasus penting terkait etilen oksida terjadi pada 2020 di Eropa. Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) pada saat itu menemukan sejumlah besar biji wijen dari India mengandung residu etilen oksida yang melampaui batas maksimum. Biji-biji ini telah didistribusikan secara luas dan digunakan dalam berbagai produk makanan di berbagai negara Uni Eropa, sehingga mendorong penarikan besar-besaran terhadap produk yang terdampak.

Dalam kasus tersebut, etilen oksida kemungkinan digunakan untuk mensterilkan biji wijen dan mencegah kontaminasi bakteri Salmonella, tetapi penggunaannya untuk tujuan ini tidak disetujui di Uni Eropa karena sifat toksik dan karsinogenik dari etilen oksida. Hal ini menyebabkan insiden keamanan pangan yang signifikan karena butuh waktu untuk melacak dan menarik kembali semua produk yang terkena dampak.

Indofood CBP, anak perusahaan Indofood Sukses Makmur, mengoperasikan lebih daripada 20 fasilitas produksi di seluruh dunia, dan mienya didistribusikan di lebih dari 100 negara. Meskipun perusahaan menolak berkomentar mengenai kontroversi di Taiwan tersebut, seorang pejabat Kementerian Perdagangan Indonesia menegaskan bahwa Indomie di Indonesia aman dan menambahkan bahwa peraturan di Taiwan lebih sensitif dan berbeda dengan di Indonesia.

Dengan penjualan perusahaan di luar negeri, termasuk produk susu dan makanan ringan, yang mencapai 29 persen dari total penjualan 64,8 triliun rupiah (US$ 4,41 miliar) pada 2022, perbedaan internasional dalam standar keamanan ini dapat secara signifikan berdampak pada reputasi dan penjualan merek Indomie. Reaksi dari konsumen di seluruh dunia, serta bagaimana perusahaan akan mengatasi masalah ini, bakal menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan dalam beberapa waktu mendatang.[]


Sumber:

“Taiwan Finds Carcinogenic Substance in Two Instant Noodles from Malaysia, Indonesia.” The Star. 24 April 2023. https://www.thestar.com.my/news/nation/2023/04/24/taiwan-finds-carcinogenic-substances-in-two-instant-noodles-from-malaysia-indonesia.

“Indomie Variant Banned in Taiwan Is Safe for Consumption: Indonesia’s Food and Drug Monitoring Agency.” Asia News Network. 28 April 2023. https://asianews.network/indomie-variant-banned-in-taiwan-is-safe-for-consumption-indonesias-food-and-drug-monitoring-agency/.

“Indonesia Food Regulator Says Indomie Noodles Safe despite Taiwan, Malaysia Recall”. The Strait Times. 27 April 2023. https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/indonesia-food-regulator-pressed-to-probe-instant-noodles-after-taiwan-malaysia-recall.